Bagi mata awam, lukisan-lukisan ekspresionis karya Edvard Munch dan Pablo Picasso tidaklah sebagus dengan gambar-gambar hasil goresan para seniman di pinggir jalan dan di galeri komersil. Ada komentar dari pembaca VIVAnews yang bertanya mengapa lukisan "The Scream" karya Munch bisa laku dengan harga setara Rp1,1 triliun di balai lelang Sothebys, New York.
Bagi pakar seni, karya Munch itu wajar dihargai sangat mahal. Usia lukisannya sudah lebih dari seratus tahun dan menjadi barang langka. Bagi kalangan orang kaya, mengoleksi barang langka itu menjadi obsesi yang unik.
Lukisan "The Scream" itu sebenarnya ada empat versi, yang semuanya dibuat oleh Munch antara 1893 hingga 1910. Dua berbahan pastel dan yang lainnya cat minyak. Lukisan yang dijual itu berbahan pastel.
Menurut Sothebys, seperti dikutip stasiun berita CNN, dari empat lukisan The Scream itu, hanya satu yang dijual ke publik. Lukisan itu baru saja mereka lelang di New York pada Rabu waktu setempat. Tiga lainnya jadi barang koleksi dua museum di Norwegia, yaitu National Gallery of Norway dan Munch Museum. Bahkan, beberapa lukisan itu sempat dicuri sebelum akhirnya berhasil dikembalikan ke museum.
Bagi sejarawan seni, lukisan ini jadi istimewa karena obyek yang menjerit itu bisa mengandung banyak makna, dengan kedua tangan menempel kedua pipi disertai mata dan mulut yang terbuka. Perpaduan warna pada latar belakang obyek itu juga mengandung makna yang misterius, bisa terkesan cerah atau suram.
Maka lukisan ini bisa diartikan macam-macam. "The Scream benar-benar telah memasuki sanubari banyak orang, apa pun kebangsaan, umur atau perilaku mereka. Lukisan ini benar-benar mewakili sejenis teror eksistensial yang dirasakan setiap orang di dunia," kata juru bicara Sothebys, David Norman.
Menurut kalangan pakar, lukisan itu adalah "potret sebuah jiwa" dan "wajah yang memancarkan 1.000 terapi." Lukisan yang laku dijual itu merupakan milik seorang pengusaha asal Norwegia, Petter Olsen. Dia mendapat warisan dari ayahnya, yang merupakan teman Munch.
Sumber : http://dunia.vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar